Peran Mohammad Sroedji dalam Perjuangan Indonesia
Peran Mohammad Sroedji juga terasa kuat dalam upaya pembentukan BKR dan TKR di wilayah Karesidenan Besuki. Dari September 1945 hingga Desember 1946, ia memegang jabatan sebagai Komandan Batalyon 1 Resimen IV Divisi VII TKR yang bermarkas di Kencong, Jember.
Antara Mei hingga Oktober 1948, Moch Sroedji menjabat sebagai Komandan Resimen 40 Damarwoelan pada Divisi VIII.
Pada 25 Oktober 1948, sesuai dengan keputusan Menteri Pertahanan RI No. A/532/42, Resimen 40 Damarwoelan diubah namanya menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur, yang akhirnya bertahan di Blitar setelah pasukan mengalami pengungsian yang tersebar di berbagai wilayah.
Komandan Sroedji bertanggung jawab atas semua aspek pengungsian ini, termasuk konsumsi dan akomodasi bagi seluruh anggota resimen.
Selama masa pengungsian, mereka terlibat dalam berbagai pertempuran ketika menjalani Wingate Action yang membawa mereka dari Blitar ke Besuki, menempuh perjalanan sejauh 500 km selama 51 hari.
Gugurnya Mohammad Sroedji
Pertempuran puncak terjadi pada 8 Februari 1949 di Desa Karangkedawung, Mumbulsari, Jember, saat pasukan Sroedji menghadapi tekanan dan kejaran pasukan Belanda.
Saat itu, Letnan Kolonel Moch Sroedji gugur dalam pertempuran, menjadikan peristiwa ini sebagai momen pengorbanan pahlawan.
Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Umum Kreongan, sementara di bekas wilayah pertempuran didirikan sebuah monumen untuk memperingati peristiwa 8 Februari 1949.
Editor : Hikmatul Uyun