PROBOLINGGO, iNews.id - Tagline “Nderek Kyai sampai Mati” bukanlah jargon kosong, yang diteriakkan oleh pita suara dan dikeluarkan melalui mulut saja. Tagline tersebut tentunya mempunyai konsekunsi pembuktian melalui perbuatan.
Jika direnungkan, para ulama dan kiai membawa pesan-pesan keagamaan berupa ajaran Tauhid, syariat, moral, dan akhlaq. Mereka adalah pewaris para Nabi. Sementara manusia yang selalu meneriakkan tagline “Nderek Kiai sampai Mati”, adakah kita mau dan tertarik untuk menerima pesan-pesan itu?
Jika kita adalah Penderek atau Pengikut kiai, maka kita harus konsisten untuk menerima pesan-pesan atau ajaran para Kiai. Para Kiai biasanya menyampaikan ajaran keagamaan dengan metode Ta’lim kitab kuning. Ta’lim kitab kuning biasa disebut sebagai cara-cara tradisional, akan tetapi metode ini menjamin dan menggaransi otentisitas ajaran Islam karena dalam setiap fan atau bidang keilmuan, bab-bab kajian, bahkan sampai kepada setiap huruf dan harakatnya dapat dipertanggung jawabkan.
Akan tetapi kenyataannya kita cenderung egois dan selalu menuruti kemauan kita sendiri. Kita sering ngaji seperti orang makan dan minum, sak karepe dewe (semau sendiri) menyesuaikan dengan selera kita masing-masing. Banyak orang-orang ‘Alim dan berkompeten kita terlantarkan, bahkan tak jarang kita musuhi. Sementara orang-orang bodoh dan dungu dijadikan panutan. Semua ini terjadi akibat kebodohan dan kengeyelan kita yang enggan dan tidak mau belajar. Dan fatalnya dengan semua itu kita merasa sudah Nderek Kiai dan merasa paling benar sendiri.
Jadi sahabat-sahabatku, marilah kita introspeksi diri kita masing-masing. Betul kah kita sudah Nderek Kiai dalam pengertian yang sebenarnya, ataukah baru sekedar di mulut saja, sedangkan di lapangan kita hanya grudak-gruduk tak tentu arah. Mari kita perbaiki, mari ngaji secara konsisten, istiqomah.
Ahmad Jazuli, ST. Wakil Ketua PC GP Ansor Kab. Pelalawan
Editor : Ahmad Hilmiddin