PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id - Di era di mana media sosial memainkan peran yang semakin dominan dalam menyebarkan informasi, ada tekanan yang semakin meningkat bagi pemerintah dan platform untuk mengatur konten yang dipublikasikan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah melalui undang-undang yang mengharuskan Youtuber dan TikToker untuk memverifikasi konten mereka dengan KPI yang ditetapkan. Namun, seperti halnya dengan banyak kebijakan, undang-undang ini juga tidak terlepas dari kontroversi.
1. Pembatasan Kebebasan Berekspresi:
Salah satu argumen terbesar yang diajukan oleh para kritikus adalah bahwa undang-undang ini merupakan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Mereka berpendapat bahwa memaksa Youtuber dan TikToker untuk memverifikasi konten mereka dengan KPI dapat menghambat kreativitas dan menghalangi aliran informasi yang beragam.
2. Potensi Penyalahgunaan:
Ada kekhawatiran bahwa undang-undang ini dapat disalahgunakan untuk menyensor konten yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Ini memicu kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya transparansi dalam proses verifikasi konten.
3. Beban Tambahan bagi Pembuat Konten:
Mewajibkan Youtuber dan TikToker untuk memverifikasi konten mereka dengan KPI juga dapat menimbulkan beban tambahan bagi pembuat konten. Proses verifikasi dapat memakan waktu dan sumber daya, serta memerlukan pemahaman yang mendalam tentang pedoman yang ada.
4. Tantangan Teknis:
Ada tantangan teknis yang terkait dengan implementasi undang-undang ini. Menentukan KPI yang sesuai dan mengembangkan sistem untuk memverifikasi konten secara efisien dapat menjadi tugas yang kompleks bagi pemerintah dan platform.
5. Perlindungan Pengguna vs. Kebebasan Berbicara:
Debat antara perlindungan pengguna dan kebebasan berbicara menjadi pusat dari kontroversi ini. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk melindungi pengguna dari konten yang merugikan atau berbahaya. Di sisi lain, ada kepentingan dalam mempertahankan kebebasan berekspresi dan akses terbuka ke informasi.
Kesimpulan:
Kontroversi mengenai undang-undang yang mewajibkan Youtuber dan TikToker untuk memverifikasi konten ke KPI mencerminkan ketegangan yang ada antara berbagai kepentingan, termasuk kebebasan berbicara, perlindungan pengguna, dan kepentingan regulasi. Meskipun tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan positif, langkah-langkah seperti ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana menemukan keseimbangan yang tepat antara perlindungan dan kebebasan.
Editor : Arif Ardliyanto