PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id - Pengamat Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Najib Salim Attamimi menilai Partai Golkar seyogyanya harus berhati-hati dalam memilih koalisi. Sebab, dinamika politik menjelang pemilihan Presiden dan legislatif 2024 kian menghangat, pasca
PDI Pejuangan mengumumkan calon presidennya pada 21 April 2023 kemarin.
Pengumuman resmi
Capres PDI Perjuangan tersebut, sangat jelas mempengaruhi koalisi-koalisi partai politik yang telah ada saat ini.
Perlu diketahui tiga
koalisi besar, yaitu Partai Nasdem, PKS dan Demokrat. Koalisi
Indonesia Baru yaitu Partai Golkar, PPP dan PAN serta Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yaitu
Partai Gerindra dan PKB.
"Kini menghadapi ujian ikatan koalisi diantara mereka,"jelas Founder Al-Hassanah Foundation Probolinggo, Habib Najib Salim Attamimi, dalam siaran tertulisnya, Minggu 30 April 2023.
Menurutnya, PDI Perjuangan dalam perolehan kursi legislatif di Senayan atau DPR RI, sudah melebihi 20 persen hingga dapat mengusung Capres
sendiri, meski belum memiliki koalisi.
Sehingga, sikap PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri ini
yang konsisten mengusung Capres dari kader partai sendiri.
"Membuat partai berlogo kepala banteng moncong putih ini unggul di sejumlah survai elektabilitas parpol,"tegasnya.
Selain itu masih kata Habib Najib Salim Attamimi, kalau peluang berkoalisi kini terbuka
dengan PDI Perjuangan, untuk mengisi posisi Cawapresnya.
Sedangkan koalisi perubahan hingga kini masih tetap konsisten mengusung Capres Anies Baswedan,
mantan Gubernur DKI.
"Meskipun nama Cawapresnya belum juga diumumkan,"paparnya.
Sementara Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya berusaha menjaga soliditas dua partai dengan satu formula
paket.
"Prabowo sebagai Capres dan Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres,"tegasnya.
Namun koalisi ini
dibayangi pengalaman buruk sikap politik Partai Gerindra yang berpindah haluan, pasca
kalah di Pemilu presiden tahun 2019.
Dimana, Partai Gerindra yang semula menjadi opisisi, berubah
menjadi pendukung pemerintah dengan Prabowo duduk sebagai Menteri Pertahanan Kabinet
Gotong Royong.
"Perubahan sikap ini sangat mengecewakan pendukung Prabowo,"tegasnya.
Kubu yang mengalami ‘guncangan’ masih kata Habib Najib Salim Attamimi justru KIB. Karena dua anggotanya yaitu PAN dan PPP.
"Menunjukkan sikap berpaling ke pilihan lain. Padahal lokomotif koalisi ini adalah Partai
Golkar yang menjadi partai kedua pemenang pemilu 2019 dan telah menetapkan Ketua
Umumnya sebagai calon Presiden,"katanya.
Namun nama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga
Hartarto, belum cukup meyakinkan kolega koalisinya.
Apalagi, PPP secara resmi mengumumkan Capres PDI Perjuangan Ganjar Pranowo sebagai Capres mereka.
PAN pun
melalui Ketua Umumnya beberapa kali memberikan sinyal memberikan dukungan kepada
Ganjar Pranowo. Sikap ini, menurut Founder Al Hassanah Foundation Najib Salim Attamimi, mencederai
semangat kebersamaan yang seharusnya terbangun dalam koalisi.
“Setidaknya ada komunikasi,
jangan bertindak tanpa omong dulu dengan rekan koalisinya,” katanya.
Akibat tidak adanya
kekompakan diantara anggota koalisi, partai-partai politik memberikan kesan kuat kepada
publik. Sehingga, mereka tidak konsisten dalam berpolitik.
“Bukannya memikirkan platform atau
program untuk menjadi kekuatan koalisi malah sibuk mencari peluang untuk mengamankan
posisi di tahun 2024,” lanjut Najib yang membandingkan sikap partai di negara-negara Eropa
dalam berkoalisi.
Dalam politik, sikap partai-partai yang tidak konsisten ini, berbahaya untuk
rekan koalisi, juga bagi pemilih.
“Pemilih hanya dijadikan stempel, bukan suara atau
kepentingan untuk diperjuangkan,” katanya.
Memang banyak pihak menilai, relasi internal koalisi saat ini masih cair. Koalisi yang
terbentuk bisa berlanjut, bisa bubar atau bahkan muncul koalisi baru dalam perjalanan
menuju 2024.
Karenanya penting bagi partai-partai yang konsisten dalam memilih rekan
koalisinya dan masyarakat ketika memilih partai yang didukungnya.
“Berkoalisi ini harus
punya keyakinan dan kebersamaan. Partai Golkar harus berhati-hati memilih rekan koalisi,” pungkasnya.
Editor : Ahmad Hilmiddin