“Mereka mengatakan kepada kami bahwa mengecat bendera Palestina itu dilarang, tapi warnanya juga dilarang. Maka Issam berkata, ‘Bagaimana jika saya membuat bunga berwarna merah, hijau, hitam dan putih?’, dan petugas itu menjawab dengan marah, ‘Ini akan disita. Bahkan jika Anda mengecat semangka, itu akan disita.’ Jadi semangka itu disebutkan, tapi oleh petugas Israel,” jelas Mansour.
Ia tidak ingat seniman pada masa itu menggunakan semangka sebagai motif politik dalam karyanya.
Dalam beberapa hal, kebenaran narasi-narasi ini kini menjadi nomor dua, karena para seniman telah mengadopsi buah ini sebagai simbol perjuangan Palestina.
Contoh pertama dapat ditelusuri kembali ke Khaled Hourani, yang pernah mendengar versi cerita Mansour dan melukis sepotong semangka untuk proyek Atlas Subjektif Palestina pada tahun 2007. Karyanya kemudian berkeliling dunia, termasuk Skotlandia, Prancis, Yordania, Lebanon dan Mesir. Hourani juga mengadakan lokakarya seni yang berpusat pada karya di sekolah-sekolah di Ramallah.
Dalam beberapa minggu terakhir, setelah kehancuran dan kematian di Gaza setelah Palestina vs Israel, dukungan online untuk Palestina telah memperkuat perbincangan seputar hak-hak Palestina dan pendudukan Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Seiring dengan maraknya kampanye online, karya Hourani mendapat perhatian baru yang menurutnya sangat luar biasa, dengan ratusan pesan berdatangan.
“Bagiku, itu terjadi secara tiba-tiba. Ini hanyalah salah satu proyek saya, yang tidak sesukses atau seluas sekarang,” katanya. “Ini adalah bentuk solidaritas yang unik… Ini sangat kuat. Sejujurnya saya tidak tahu bagaimana menghadapinya. Ada yang menjadikannya sebagai tato, ada pula yang membuat pola untuk pakaian, menaruhnya di bendera, dengan media berbeda. Saya senang hal ini membawa perhatian pada perjuangan Palestina.”
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta