Sementara Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PG Asembagus, Muhammad Fauzi menyebut, sebagai lembaga asosiasi yang melindungi para petani, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pabrik, untuk menentukan jadwal tebang.
Pun demikian, membuat kesepakatan harga bersama PG Asembagus, sehingga muncul harga Rp 64 ribu per kwintal tebu.
"PG Asembagus sanggup membeli Rp 65 ribu per kwintal, apabila tebunya dalam kondisi baik,"ujar Fauzi
Fauzi mengatakan, PG Asembagus memberlakukan sistem pembelian langsung bayar dengan harga sesuai kesepakatan, antara PG Asembagus dan APTRI PG Asembagus.
"Sebenarnya harganya masih kurang tinggi, namun karena PG Asembagus masih memberikan reward dengan membeli Rp 65 ribu per kuintal, dengan catatan tidak ada tanah dan solang (tunas tebu),"tuturnya.
Dengan harga tersebut, sebut Fauzi, petani masih bisa diuntungkan sekitar 40 persen dari modal, jika lahannya milik sendiri. Namun jika masih sewa lahan, maka keuntungannya sangat tipis, yakni sekitar 20 persen dari modal penanaman tebu. Sebab modal menanam tebu per hektar, bisa mencapai Rp 30 juta.
"Karena harga sewanya saja tinggi, sekitar Rp15-20 juta per hektar. Belum lagi biaya tanamnya, jadi keuntungannya tipis, bahkan bisa impas gak ada untung," ungkap Fauzi.
Menurut Fauzi, satu hektar lahan bisa menghasilkan hingga 700 - 1.000 kwintal. Bahkan, jika lahannya subur dan perawatannya istimewa, bisa tembus hingga 1.500 kwintal.
Ia berharap, petani tebu di wilayah PG Asembagus bisa menjual hasil tebunya ke pabrik milik pemerintah tersebut. Itu agar revitalisasi yang sudah dilakukan pihak PG Asembagus, bisa bekerja maksimal, yakni bisa menggiling tebu Rp 6 ribu ton per hari.
Editor : Ahmad Hilmiddin