PROBOLINGGO,iNewsProbolinggo.id - Gelar Haji di Indonesia ternyata memiliki sejarah yang menarik, dan terkait dengan taktik licik Belanda untuk mengurangi jumlah perlawanan pribumi pada zaman penjajahan.
Awalnya, pemerintah Belanda melihat ibadah haji sebagai peluang ekonomi yang menguntungkan, terutama melalui perdagangan. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) bahkan menyediakan kapal-kapal untuk perjalanan ke Jeddah, yang membawa keuntungan besar bagi Belanda.
Namun, seiring waktu, Belanda mulai khawatir dengan meningkatnya gerakan perlawanan dari pribumi, terutama dari kalangan guru, ulama pesantren, kyai, dan haji.
Mereka melihat bahwa ibadah haji tidak hanya membawa spiritualitas, tetapi juga semangat perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Dikutip dari berbagai sumber, awalnya, pemerintah Belanda mencoba menaikkan biaya haji untuk mengurangi jumlah umat Islam yang menunaikan ibadah haji. Namun, ironisnya, jumlah umat Islam yang mengajukan paspor haji justru mengalami lonjakan.
Bahkan, beberapa ulama yang baru pulang haji turut mendirikan pergerakan, seperti K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah, K.H. Hasyim Asy'ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama, Samanhudi yang mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan Tjokroaminoto yang mendirikan Sarekat Islam.
Hal ini membuat pemerintah Belanda khawatir dan ingin mengawasi pergerakan para haji.
Untuk itu, pemerintah Belanda membuat peraturan baru pada tahun 1916, yang mewajibkan setiap orang yang pulang haji diberikan gelar Haji.
Tujuan utama peraturan ini adalah agar Belanda lebih mudah mengawasi pergerakan para haji dan menangkap mereka jika terlibat dalam perlawanan.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903 dan diterapkan tahun 1916. Namun, ironisnya, gelar Haji yang awalnya dimaksudkan sebagai alat pengawasan, kini menjadi simbol kehormatan dan kebanggaan bagi umat Islam di Indonesia.
Menariknya, haji juga pernah digunakan sebagai momen khusus untuk melancarkan misi kemerdekaan Indonesia. Contohnya adalah Misi Haji I Republik Indonesia pada tahun 1948, yang dipimpin oleh K.H. Mohammad Adnan.
Misi ini bertujuan untuk mengadakan kontak dengan Raja Arab Saudi, Ibnu Saud, untuk berunding agar Indonesia mendapat pengakuan kemerdekaan dari Arab Saudi.
Dengan demikian, gelar Haji di Indonesia memiliki sejarah yang kompleks dan terkait dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait