get app
inews
Aa Text
Read Next : Nikmatnya Sate Rumahan Anti Alot: Resep Praktis Untuk Lebaran

Ahad Legi yang Kudus, Ketika Jemaah Aboge di Probolinggo Menyambut Idul Adha dengan Khidmat

Minggu, 08 Juni 2025 | 13:17 WIB
header img
Jamaah Aboge merayakan sholat idul adha (FOTO: Raphel/iNewsProbolinggo.id)

PROBOLINGGO, iNewsProbolnggo.id - Minggu pagi itu, udara di Dusun Krajan, Desa Leces, terasa lebih sejuk dari biasanya. Di halaman Musala Al-Barokah, satu per satu warga berdatangan membawa makanan yang ditata rapi dalam tampah dan rantang. Tak ada hiruk-pikuk, hanya keheningan yang penuh makna—sebuah penantian akan momen suci, salat Idul Adha ala Aboge.

Bagi jemaah Islam Aboge di Kabupaten Probolinggo, Ahad Legi (8 Juni 2025) adalah hari raya. Bukan karena berbeda untuk membedakan diri, tapi karena begitulah warisan yang diajarkan nenek moyang mereka.

Hitungan Sarpatji yang tertuang dalam kitab Jawa kuno Mujarrobat menjadi pedoman utama, menggantikan kalender hijriah yang umum digunakan.

“Dari dulu memang begini,” ujar Usman, seorang warga setempat.

“Sudah sejak kakek-nenek kami, dan kami hanya melanjutkan. Tidak ada niat menyalahi, hanya mengikuti jalur keyakinan yang diwariskan.”

Tepat pukul 06.30 WIB, jemaah berdiri rapat dalam shaf, mengikuti salat dua rakaat yang tak berbeda dari umat Islam pada umumnya: tujuh takbir di rakaat pertama, lima di rakaat kedua. Yang membedakan hanyalah waktu dan suasana: lebih sederhana, lebih tenang, namun sarat kekhusyukan.

Tahun ini, tak ada suara takbir dari kandang ternak. Tak seekor pun hewan kurban yang disembelih.

“Kami belum mampu, tahun ini belum ada rezeki,” ucap Usman lirih. Namun kekurangan itu tak menyurutkan niat mereka untuk berbagi.

Makanan yang dibawa dari rumah dibuka bersama-sama setelah salat, menjadi simbol ikatan sosial yang kuat antarwarga.

Kyai Buri Mariyah, sosok yang dituakan di kalangan jemaah Aboge Leces, menjelaskan bahwa 1 Zulhijah tahun ini jatuh pada Jumat Pahing, 30 Mei 2025, dan 10 Zulhijah ditetapkan pada Ahad Legi, 8 Juni 2025.

“Kami menghitung bukan dengan bulan Islam biasa, tapi berdasarkan pasaran Jawa. Begitulah kami menjaga tradisi.”

Tradisi ini hanya ditemukan di empat kecamatan di Probolinggo: Bantaran, Leces, Dringu, dan Tegalsiwalan. Di tengah gempuran zaman dan digitalisasi, jemaah Aboge tetap memegang teguh keyakinan mereka.

Tanpa fanatik, tanpa merasa paling benar—hanya menjaga apa yang telah dititipkan sejak dulu.

Setelah salat dan makan bersama, para jemaah bersalaman, mengukuhkan silaturahmi.

Di tengah perbedaan, mereka hidup damai bersama umat Islam lain yang telah merayakan Idul Adha dua hari sebelumnya.

Sebab bagi mereka, Idul Adha bukan hanya soal tanggal. Ini tentang iman, kebersamaan, dan ketulusan menjaga warisan spiritual yang sederhana, namun bermakna.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut