Kisah Kapten CPM Sanjoto: Pengawal Rute Gerilya Jenderal Sudirman, Penguji SIM Militer Ahmad Yani

Selama berjuang gerilya, Sanjoto yang menyandang Bintang Sewindu dan Bintang Gerilya langsung diberikan dan ditandatangani Presiden Soekarno mendapat tugas sebagai pengaman rute gerilya Pak Dirman.
“Jadi saya yang mencarikan jalan atau rute gerilya Pak Dirman ketika berada di wilayah Wonogiri hingga perbatasan Jawa Timur. Rute yang kami pilih adalah yang aman dari pengamatan dan patroli tentara Belanda,” ujarnya.
Dalam mencari rute aman ini, menurut Sanjoto, juga acap kontak senjata dengan tentara Belanda. Di daerah Jumapala, Sanjoto pernah memasang lansman atau ranjau darat yang menghancurkan truk pembawa pasukan Belanda.
“Saat itu sekitar pukul 18.00 WIB, ya saat Magrib. Ranjau berhasil dilindas rombongan truk dan meledak. Ada belasan tentara Belanda dalam truk itu yang berantakan dan gugur, sementara lainnya balik arah melarikan diri. Kami bergegas melucuti senjata mereka dan kami dapatkan belasan pucuk senapan, pistol dan amunisi. Rasanya senang, tapi heran karena yang gugur kebanyakan pasukan Belanda kulit hitam, sebagian Gurkha dari India atau Tamil,” kenangnya.
Sanjoto mengakui pada waktu itu gerilya keluar masuk hutan dilandasi rasa suka cita. Semangatnya adalah mengusir penjajah. Kontak senjata kadang tidak berpikir bisa mengakibatkan kematian. Namun kadang juga ada yang mereka khawatirkan, yakni kehabisan amunisi.
“Maka bertempurnya disiasati dengan cara menghadang, menembaki lalu lari masuk hutan lagi. Baru kalau ada kampung sekitar yang dibakar Belanda berarti ada tentara Belanda yang terbunuh oleh kami,” papar Sanjoto.
Pengalamannya berjuang sebagai tentara kala itu tak selamanya manis, namun ada kepahitan yang harus diterima Sanjoto. Yakni saat pucuk pimpinan TNI memberlakukan Rekonstruksi dan Rasionalisasi di tubuh Angkatan Perang.
Karena terlalu ‘gemuk’ dan Pemerintah kesulitan menggaji karena kondisi keuangan yang minim, maka dampaknya juga dialami Sanjoto. Pangkat Letnan Muda yang telah disandang pun diturunkan menjadi Kopral.
Menghadapi hal ini pun Sanjoto merasa terpukul, meski menyadari awal menjadi tentara tidak melalui perekrutan dan pelatihan militer. Dia kemudian menyampaikan keberatannya dan niatan untuk kembali ke Surakarta melanjutkan sekolah.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta