Dalil dari kondisi kedua, yaitu aliran darah yang tidak berhenti kecuali sementara, berasal dari hadis Hamnah binti Jahsy ketika ia mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengatakan:
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيْرَةً شَدِيْدَةً رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصحح، ونقل عن الإمام أحمد تصحيحه وعن البخاري تحسينه
“Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali" (HR Ahmad, AbuDawud dan At-Tirmidi)
Lalu apakah suami boleh berhubungan intim dengan istrinya yang sedang mengalami istihadhah?
Sheikh Husein al-'Awaisyah dalam al-Mausu'atul Fiqhiyah 1/289-290 menyatakan, "Menurut pendapat mayoritas Ulama, hubungan suami-istri dengan istri yang sedang mengalami istihâdhah diperbolehkan. Hal ini karena wanita tersebut dianggap sama dengan wanita yang suci (tidak sedang haid atau nifas) dalam hal kewajiban-kewajiban seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Demikian pula, hubungan suami-istri diperbolehkan. Untuk mengharamkannya, diperlukan dalil, namun tidak ada dalil yang mengharamkan suami berhubungan intim dengan istri yang mengalami istihadhah."
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu menyatakan, "Wanita yang mengalami pendarahan istihâdhah dapat dihampiri oleh suaminya setelah shalat. Shalat memiliki kedudukan yang lebih tinggi."
Ikrimah rahimahullah menyatakan bahwa Ummu Habibah pernah mengalami istihadhah, dan suaminya menggaulinya. [HR Abu Daud dan disahihkan dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 302]
Dari Hamnah bintu Jahsy Radhiyallahu anha, bahwa dia dulu mengalami istihadah, dan suaminya menggaulinya. [HR Abu Daud. Lihat Shahih Abu Daud, 303 dan Tamâmul Minnah, hlm 137]
Sementara itu, Syaikh Abdul'Aziz bin Abdillah bin Bâz rahimahullah, ketika menjawab pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan di atas, menyatakan, "al-Mustahadhah, wanita yang mengalami istihadhah adalah wanita yang mengalami pendarahan, namun bukan haid atau nifas. Hukumnya sama seperti wanita-wanita suci biasa, ia wajib menjalankan shalat, puasa, dan diperbolehkan untuk berhubungan suami-istri." [Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawi'ah, Syaikh bin Bâz 10/213]
Ustaz Ammi Nur Baits selaku Dewan Pembina Konsultasi Syariah, mengatakan bahwa Istihadha bukanlah haid, melainkan darah istihadah. Wanita yang mengeluarkan darah istihadah memiliki status yang sama dengan wanita suci (tidak sedang haid). Oleh karena itu, dia tetap wajib untuk menjalankan shalat dan diperbolehkan melakukan hubungan badan dengan suaminya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait