"K.H. Abdul Karim Lirboyo, Kediri, beliau itu setiap harinya puasa. Pada saat berbuka dan sahur hanya makan satu sendok, hanya untuk menirakati santri-santrinya. Pesan beliau yang saya ingat itu, kalau jadi santri jangan lupa ngadep dampar. Artinya jangan lupa memberikan ilmu yang didapatkan. Apapun profesi kamu terserah. Mau PNS, petani harus menyebarkan ilmu yang dimilik," jelasnya.
Begitupun ketika di Yaman, Gus Hafidz belajar kepada Habib Salim Al Assyatiri dan Habib Umar bin Hafidz. Kedua gurunya itu selalu mengingatkan untuk Hafidz terus berdakwah. "Di mana itu merupakan pondasi Islam sesungguhnya," imbuh pria yang hobi gowes dan bersepeda motor trail itu.
Pada saat dirinya belajar ke Yaman, kakaknyalah yang meneruskan perjuangannya. Pada saat Gus Hafidz kembali pada tahun 2009, Ia kembali mengurus Syubbanul Muslimin.
"Alhamdulillah sekarang jamaah pada malam Sabtu sekira 5.000 sampai 10.000 jamaah. Dan ini sudah menjadi rutinan. Nama Syubbanul Muslimin sendiri merupakan nama yang di usulkan abah saya, artinya pemuda Islam," ceritanya bangga.
Editor : Ahmad Hilmiddin
Artikel Terkait