Mendapat respons positif, ia disarankan untuk mendaftar sebagai calon hafiz. Seperti calon hafiz lainnya, Masruchin mengikuti berbagai tahapan yang ditentukan.
Meski berbaur dengan santri yang usianya seumuran anak-anaknya, ia tetap semangat menjalani prosesnya.
Selain menyetor hafalan kepada para pembimbing, Masruchin memiliki cara lain untuk meningkatkan hafalannya. Saat berjaga di Pos Satpam, ia terus membaca kitab suci Alquran.
Di pos kerjanya, Masruchin menyediakan sebuah Alquran kecil. Seiring waktu, hafalannya terus bertambah hingga ia berhasil menyelesaikannya dalam kurun waktu sekitar 5 tahun.
Setelah wisuda, Masruchin mendapatkan hadiah tak terduga dari pihak pondok pesantren, yaitu kesempatan untuk pergi ke Tanah Suci dalam bentuk umrah.
"Masyaallah, saya benar-benar beruntung bisa menunaikan ibadah umrah dan beribadah langsung di depan Ka'bah. Ini benar-benar hidayah tak terduga bagi saya," pungkas Masruchin.
Meskipun sudah menjadi hafiz, Masruchin tetap mengabdi sebagai staf keamanan di Pondok Pesantren Madrasatul Quran.
Selain itu, ia juga mengamalkan ilmunya dengan menjadi guru mengaji di sebuah TPQ di desanya.
Melihat kisah Mohammad Masruchin, dapat dipahami bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar sesuatu. Tak perlu minder dengan usia, semua bisa dilakukan asalkan dengan niat dan semangat yang baik.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta