Berdiri di lokasi acara, Abdullah membawa ponsel dan speakernya, dengan khidmat membacakan nama-nama anak-anak yang kehilangan nyawa di Gaza.
Namun, dia tidak bisa melanjutkan setelah hanya membaca dua puluh nama, dan dia harus menjelaskan alasannya: ini bukan sekedar nama atau angka; sepatu ini membawa kepedihan sebuah keluarga, masing-masing mewakili seorang anak yang terbunuh secara tragis.
Pikiran itu menakutkan, dan ketika ia mulai membaca nama mereka, Abdullah merasakan ketakutan batin, apalagi mengingat anak-anaknya hadir bersamanya hari itu. Dia dengan jelas membayangkan jika sepatu ini digantikan oleh 8.000 anak yang berdiri di sana, terbunuh, maka pemandangan yang terjadi akan sangat memilukan.
Kesedihan Abdullah sangat jelas terlihat, dan kami harus menghentikan pembicaraan saat dia bergulat dengan rasa sakit yang luar biasa ketika mencoba untuk menjadi sukarelawan dan sejenak mengalihkan perhatiannya dari kenyataan pahit yang terjadi di tanah airnya dan mempengaruhi keluarganya.
Sejak dimulainya konflik di Gaza, Belanda telah menyaksikan curahan solidaritas yang besar dari berbagai komunitas.
Ribuan orang turun ke jalan di kota-kota, baik besar maupun kecil, mengutarakan ketidakpuasan mereka terhadap dukungan pemerintah Belanda terhadap Israel.
Masyarakat telah bersatu untuk mendukung penduduk Palestina di Gaza, menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap posisi pemerintah dan dengan gigih melakukan advokasi untuk hak-hak dan kesejahteraan rakyat Palestina.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait