MEDAN, iNewsProbolinggo.id - Luluk Nuril selebgram lokal asal Probolinggo bikin geger jagat maya. Usai viral dengan konten memarahi siswi SMKN Probolinggo yang sedang magang di pusat perbelanjaan KDS, kini Lulik Nuril malah kebanjiran endorse.
Lantas hal semacam ini fenomena apa? Apakah tidak ada rasa empati Luluk Nuril terhadap siswi tadi yang menjadi korban perundungan demi menaikkan pamornya?
Dosen Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr. Fakhrur Rozi M.I.Kom menilai tindakan Luluk Nuril memviralkan apa yang saat telah dilakukannya sudah bagian perilaku umum atau budaya netizen dalam bermedia sosial.
Setelah viral dengan menghardik orang lalu mendapat banjir endores maka hal itu sama saja menari di atas penderitaan orang lain.
"Kini, memviralkan suatu hal telah menjadi bagian dari budaya yang umum. Ini berarti bahwa tindakan tersebut, seperti menari di atas penderitaan orang lain, tidak hanya dilakukan oleh individu yang disebutkan sebelumnya. Contohnya, tukang parkir yang difilmkan sedang menghadapi kesulitan seperti meminta uang sebesar 2 ribu. Namun, hal ini terjadi karena seringkali kita bersikap arogan, berlagak sok jago, atau merasa berkuasa sehingga kita dengan mudah mempublikasikan orang lain," ujar Rozi dalam wawancara dengan iNewsMedan.id pada Rabu (6/9/2023).
Selebgram Luluk Nuril menjadi perbincangan publik setelah mengunggah video di mana dia memarahi seorang siswi SMKN 1 Kota Probolinggo yang sedang melakukan magang di KDS Kota Probolinggo. Kejadian tersebut mengakibatkan trauma pada siswi tersebut.
Rozi menyatakan bahwa perilaku seperti yang ditunjukkan oleh Luluk saat ini sering terjadi. Namun, Luluk terlalu egois dan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri untuk tidak mempublikasikan apa yang dia lakukan, sehingga hal tersebut menjadi viral.
"Jika ibu memiliki berbagai perilaku yang beragam, pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat menjaga agar hal ini tidak terulang di masa depan, mengingat kebutuhan orang-orang saat ini sangat bervariasi. Terlebih lagi, ketika ada kasus di mana seorang anak sedang menjalani magang, tentu saja dia harus memastikan agar barang-barang di toko tetap terjaga. Jika ada yang hilang, akan menimbulkan kerugian dan dia harus menggantinya," ucapnya.
Dia berharap agar kasus semacam ini tidak terulang lagi dan tidak merugikan orang lain.
"Seharusnya, kita yang merasa memiliki kekuasaan harus mampu mengendalikan diri kita. Kita juga harus memahami orang lain. Jangan menjadi egois, terutama di era digital ini, di mana segala sesuatu dengan mudah bisa menjadi viral. Kita harus bersabar dan menahan diri. Jika kita merasa menjadi sosialita atau influencer, sebaiknya kita berpikir dengan bijak dalam memilih tindakan yang baik," tandas Rozi.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait