JAKARTA, iNewsProbolinggo.id - Tugas seorang anak adalah bermain dan belajar. Sayangnya, tidak semua anak bisa mendapatkan pendidikan sekolah yang layak untuk menimba ilmu dan bersiap untuk bersaing di dunia kerja.
Sebagai contoh, Rizal (13 tahun), harus merasakan lelahnya bekerja keras demi mendapatkan sedikit uang di tangannya.
Rizal adalah seorang anak laki-laki yang setiap hari membersihkan makam di TPU, Datuk Merah, Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Pekerjaan ini sudah dilakukannya sejak lama untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya.
Saat ditemui di tempat kerjanya, Rizal duduk lelah di tepi jalan setapak TPU dengan wajah lelah. Dia membawa gunting dan alat pembersih lainnya untuk merapikan makam.
"Sejak lama saya bekerja membersihkan makam. Setiap hari setelah sekolah, saya datang ke sini," kata Rizal saat diwawancara oleh MNC Portal Indonesia.
Rizal adalah murid kelas 3 SD di salah satu Sekolah Dasar di Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Dia mengaku terlambat masuk sekolah karena tidak memiliki akte kelahiran, sehingga terlambat mendaftar.
Meskipun terlambat masuk sekolah, Rizal tidak kehilangan semangat. Alih-alih menjadi malas, dia semakin termotivasi untuk belajar.
Salah satu alasan dia bekerja membersihkan makam adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan sekolahnya. Saat teman-teman sebayanya bermain atau istirahat setelah sekolah, Rizal harus mencari uang di TPU ini.
Terkadang, Rizal kehilangan waktu bermainnya dengan teman-teman karena harus mencari tambahan uang untuk kebutuhan sekolahnya. Dia memahami bahwa kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibu rumah tangga.
"Saya sedang menabung, uangnya untuk membeli HP untuk kelas 4 nanti," ujar Rizal.
"Sebelumnya saya sudah memiliki tabungan sebesar Rp600 ribu tapi digunakan oleh keluarga untuk kebutuhan lain," tambahnya.
Rizal mengatakan bahwa tidak mudah baginya memiliki ponsel seperti anak-anak lainnya. Dia harus bekerja keras sepanjang hari di tanah pemakaman untuk mendapatkan uang demi membeli gadget tersebut.
Menurutnya, ponsel diperlukan di sekolah. Meskipun dia sering meminjam ponsel kakaknya untuk belajar, dia merasa itu tidak optimal.
"Sekarang ini memang sudah butuh menggunakan gadget, kadang-kadang saya pinjam punya kakak saya. Tapi kadang-kadang dia membawanya sehingga saya tidak bisa menggunakannya," jelasnya.
Meskipun menghabiskan sepanjang hari di pemakaman, Rizal tidak selalu mendapatkan banyak uang. Dia mengatakan bahwa tidak semua pengunjung pemakaman menggunakan jasanya untuk membersihkan makam.
Biasanya, Rizal akan menawarkan jasanya kepada pengunjung apakah mereka ingin membersihkan makam atau tidak. Jika mereka menolak, dia tidak akan mendapatkan upah.
"Saya biasanya menawarkan kepada mereka apakah mereka ingin membersihkan makam atau tidak. Kadang-kadang mereka bilang tidak perlu. Jadi saya tidak mendapatkan uang," katanya.
Meskipun demikian, Rizal tetap optimis dan terus menawarkan jasanya kepada pengunjung lain. Dia merasa cukup dengan penghasilannya dan akan menabung. Namun, dia mengakui bahwa dalam sehari dia hanya bisa mendapatkan sekitar Rp30 ribu saat sedang sepi tawaran membersihkan makam.
Rizal juga mengatakan bahwa tidak ada biaya tetap yang harus dia bayar kepada pihak pemakaman. Jadi, uang yang dia dapatkan sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Dia tetap bersyukur dengan setiap uang yang dia dapatkan dan selalu menyisihkannya untuk orangtuanya.
"Kalau pulang mendapatkan uang, saya menabung. Untuk keperluan sekolah dan jika ada sisanya saya akan memberikannya kepada orangtua," tutup Rizal.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta