PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id- Istihadhah adalah keluarnya darah terus-menerus di kemaluan wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan. Namun kondisi tersebut di luar waktu haid
Dalil kondisi pertama, yaitu aliran darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, dapat ditemukan dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha. Dalam hadits tersebut, Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ. وفي رواية: أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُر
“Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci ” Dalam riwayat lain “Aku mengalami istihadhah maka tak pernah suci. ”
Dalil dari kondisi kedua, yaitu aliran darah yang tidak berhenti kecuali sementara, berasal dari hadis Hamnah binti Jahsy ketika ia mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengatakan:
يَا رَسُوْلَ الله إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيْرَةً شَدِيْدَةً رواه أحمد وأبو داود والترمذي وصحح، ونقل عن الإمام أحمد تصحيحه وعن البخاري تحسينه
“Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali" (HR Ahmad, AbuDawud dan At-Tirmidi)
Lantas bolehkah suami menggauli istrinya yang mengalami Istihadhah?
Syaikh Husein al-'Awaisyah dalam al-Mausu'atul Fiqhiyah 1/289-290 menyatakan, "Diperbolehkan hubungan suami-istri dengan istri yang sedang mengalami istihâdhah menurut pendapat mayoritas Ulama. Karena wanita tersebut dianggap sama dengan wanita yang suci (tidak sedang haid atau nifas) dalam hal kewajiban-kewajiban seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Demikian pula, hubungan suami-istri diperbolehkan. Untuk mengharamkannya, diperlukan dalil, namun tidak ada dalil yang mengharamkan suami berhubungan intim dengan istri yang mengalami istihadhah.
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata, "Wanita yang mengalami pendarahan istihâdhah boleh digauli oleh suaminya setelah shalat. Shalat lebih agung."
Ikrimah rahimahullah menyatakan bahwa Ummu Habibah pernah mengalami istihâdhah, dan suaminya menggaulinya. [HR Abu Daud dan disahihkan dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 302]
Dari Hamnah bintu Jahsy Radhiyallahu anha, bahwa dia dulu mengalami istihâdah, dan suaminya menggaulinya. [HR Abu Daud. Lihat Shahih Abu Daud, 303 dan Tamâmul Minnah, hlm 137]
Sementara itu, Syaikh Abdul'Aziz bin Abdillah bin Bâz rahimahullah, ketika menjawab pertanyaan serupa dengan pertanyaan di atas, menyatakan, "al-Mustahâdhah, wanita yang mengalami istihâdhah adalah wanita yang mengalami pendarahan, namun bukan haid atau nifas. Hukumnya sama seperti wanita-wanita suci biasa, ia wajib shalat, puasa, dan diperbolehkan berhubungan suami-istri." [Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawi'ah, Syaikh bin Bâz 10/213]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta