Kades Mojo Lumajang Laporkan 12 Warganya ke Polisi, Gegara Dinilai Cemarkan Nama Baik

LUMAJANG, iNewsProbolinggo.id - Kepala Desa Mojo, Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang terpaksa melaporkan 12 warga desanya, karena dinilai melakukan pencemaran nama baik.
Itu disampaikan Misdianto, selaku penasehat hukum dari Akhmadi Kepala Desa Mojo, saat dikonfirmasi wartawan sesuai melakukan mediasi dengan terlapor, di Polsek Padang, Sabtu (19/08/2023).
Permasalahan bermula, saat 12 warga Desa Mojo melakukan gugatan atas hak waris di Pengadilan Agama Lumajang dan Kepala Desa Mojo, adalah tergugat dalam perkara tersebut. Itu karena dalam akte, terdapat tanda tangan Kepala Desa sebagai saksi pada tahun 2014 lalu, sedangkan Akhmadi menjabat sebagai Kepala Desa Mojo sejak tahun 2021.
“Pak inggi mojo sebagai tergugat urusan waris dari warganya, karena pak inggi itu menjabat sebagai kepala desa tahun 2021 sedangkan yang di permasalahkan itu munculnya akte tahun 2014. Kalau dilihat dari akte yang ada itu, tahun 2014 mulai pak inggi yang lama itu ada tanda tangannya itu saksi, kenapa pak inggi sekarang muncul masalah waris tahun sekarang, tahun 2023 sebagai tergugat. Dengan istilah tergugat ini, akhirnya meresahkan di masyarakat Mojo, terutama bagi keluarga pak inggi resah, takut seakan akan pak inggi ikut serta untuk merebut waris itu padahal tidak seperti itu”ungkap Misdianto, Minggu (19/08/2023).
Oleh karena itu, Kepala Desa Mojo kemudian melaporkan warganya ke Polsek Padang karena dinilai telah melakukan dugaan pencemaran nama baik.
Dengan adanya laporan dari Kepala Desa Mojo Kecamatan Padang, sebenarnya petugas Polsek Padang mencoba melakukan mediasi antara Kepala Desa Mojo dengan warganya.
Namun sayang, sudah 2 kali dilakukan mediasi tapi tidak ada titik temu. Sehingga Pihak Kepala Desa Mojo, akan melaporkan warganya ke Mapolres Lumajang.
“Tadi mediasi itu, untuk pak inggi merasa tidak terima melaporkan dari pihak penggugat. Awalnya itu, melaporkan pihak penggugat dari warganya, ke Polsek atas dugaan pencemaran nama baik. Jadi merasa pak inggi itu namanya tercemar, gara-gara munculnya bahasa tergugat. Lah ini kan masih prah, istilah mediasi itu barang kali ada win win solution yang bagus, gak sampai ke tingkat atas, sampai ke pengadilan karena pak inggi dengan warganya”jelas Misdianto.
Saat ditanya tentang kabar bahwa pihak kepala Desa Mojo meminta uang ganti rugi sebesar Rp 200 juta kepada warganya selaku terlapor, Misdianto menerangkan, tuntutan tersebut mengacu kepada gugatan awal yang dilayangkan oleh warga desa mojo kepada Kepala Desa Mojo, terkait gugatan perdata di Pengadilan Agama Lumajang.
“Itu bukan ganti rugi bukan seperti itu, kami pihak pak inggi bukan berarti ada istilah condong ke salah satu. Cuma yang jelas menyampaikan, bahwa kalau itu mintanya tergugat tidak dinaikkan. Itu harus diimbangi suatu nilai, apa bentuk rupiah atau seperti apa. Waktu mediasi awal juga saya menyampaikan, Rp 200 juta itu mengacu kepada gugatan awal, dari waris itu terhitung menuntut pak inggi mengganti Rp 180 juta, sama denda hariannya Rp 100 ribu,"jelasnya
"Bahkan kalau saya hitung lebih, jadi saya imbang kan di situ. Ini kan mediasi buntu berarti dilanjutkan sudah, nah itu yang menilai benar tidaknya kan nanti prosesnya kan, kalau dari Polsek ini kan cuma pelimpahan, nanti bisa diarahkan ke polres”Pungkas Misdianto.
Sementara Riky Yahya, selaku penasehat hukum dari 12 warga yang dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik oleh Kepala Desa Mojo, mengaku heran dengan sikap kepala desa yang enggan mendapat kritikan atau keluhan dari warganya sendiri. Terlebih kepala desa sampai tega, melaporkan warganya sendiri ke polisi dengan kasus dugaan pencemaran nama baik.
Dalam perkara ini sudah di jelaskan oleh PH nya, bahwa dugaan asal muasal kerena terlapor melakukan gugatan perdata di Pengadilan Agama gugatan waris, kemudian di situ Kepala Desa Mojo di tarik sebagai pihak turut tergugat. Kemudian atas dasar itulah, kepala desa merasa dicemarkan nama baiknya.
"Dalam kontek ini, ini adalah masalah perdata kemudian dia merasa sebagai penyelenggara negara kami gugat sebagai kepala desa, dia merasa namanya kami dicemarkan, jadi ini sangat lucu.” kata Riky Yahya Penasehat Hukum 12 warga yang dilaporkan.
Menurut Riky Yahya, implementasi atau penerapan pencemaran mana baik berdasarkan pasal 311 KUHP harus merujuk pada SK 3 Mentri. Di mana korban atau pelapor yang merupakan instansi atau pejabat publik, sebagai korban atau pelapornya itu tidak bisa diterapkan.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan pelaporan balik atas Pasal 483 terkait ganti rugi. Di mana warga yang dilaporkan, seolah-olah bersalah.
“Jadi kami atas dugaan pencemaran nama baik itu, kemudian dia merasa dirugikan minta ganti rugi Rp 200 juta, kami akan menuntut balik nantinya di Polres Lumajang”pungkasnya.
Editor : Ahmad Hilmiddin