SITUBONDO, iNews - Ini pelajaran bagi kita semua, maksud hati membakar kemenyan untuk ritual keagamaan, malah rumah juga turut terbakar. Nasib sial itulah yang kini dialami oleh Samyu, 64, warga Desa Curah Tatal, Kecamatan Arjasa, Situbondo, Jawa Timur.
Sejatinya wanita renta yang tinggal sebatangkara ini, sedang melaksanakan tradisi bakar kemenyan disetiap malam Jumat, dan itu menjadi tradisi masyarakat muslim di Situbondo, sebagai simbol mengirimkan doa bagi keluarga yang sudah meninggal.
Informasi yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) setempat, konon sumber api yang menyebabkan rumah Samyu ludes dilalap si jago merah pada, Kamis (28/7/2022) malam lantaran api kemenyan yang dibakar di bawah tempat tidur.
Apesnya, saat kejadian korban justru sedang bertamu ke rumah saudaranya yang tak jauh dari rumah korban. Saksi mata yang pertama melihat musibah itu adalah Ahmad (43), tetangga korban. Saksi ini melihat api sudah berkobar dari dalam rumah, kencangnya angin serta kondisi bangunan yang terbuat dari bahan mudah terbakar, membuat api cepat membesar.
“Saksi mata itu melihat api sudah membesar, terus beliau berteriak meminta pertolongan warga. Dalam sekejap warga sudah berkumpul untuk memadamkan api, tetapi alat yang dipakai hanya timba saja sehingga membutuhkan waktu cukup lama,” jelas Puriyono, bagian Data dan Informasi BPBD setempat, Jumat (28/7/2022).
Masih menurut Puriyono, lokasi kejadian musibah yang berada di dataran tinggi dan sulit untuk dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran, menyebabkan pemadaman api memakan waktu cukup panjang, karena warga bersama petugas hanya memadamkan api dengan alat seadanya. Dirinya menyebut, pada pukul 21.00 Wib api yang melalap bangunan berukuran 5 x 9 meter itu baru benar-benar bisa dijinakkan.
“Korban jiwa tidak ada, tetapi rumah mengalami rusak parah. Kerugian sementara ditaksir 10 juta rupiah. Kalau dugaan sementara itu dari pembakaran kemenyan merembet ke kasur terus merembet ke dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu,” imbuhnya.
Untuk sementara waktu korban yang hidup sebatangkara itu harus menumpang di rumah saudaranya. Belum diketahui, apakah rumah korban akan direnovasi kembali oleh pihak terkait. Namun untuk kebutuhan makan, korban mendapatkan bantuan mie instan dan sembako lainnya dari pemerintah setempat.
Editor : Ahmad Hilmiddin