PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id – Di balik prosesi keberangkatan haji, warga Pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo masih mempertahankan tradisi turun-temurun yang sarat makna religius, yakni “Nyareh Bektoh”.
Tradisi ini berupa permohonan kepada tokoh agama untuk menentukan waktu yang dianggap paling baik bagi calon jamaah haji (CJH) meninggalkan rumah.
Pada Minggu (25/5/2025), sebanyak 14 CJH asal Gili Ketapang secara khusus diantar ke Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo. Kapal-kapal yang membawa mereka tampak dihias meriah sebagai bentuk penghormatan dan kebahagiaan atas keberangkatan menuju Tanah Suci.
Salah satu CJH, Abdurrahman Wahid (28), mengatakan ia menerima waktu keberangkatan dari rumah pukul 09.00 WIB, hasil dari permintaan petunjuk kepada seorang kiyai.
“Kami percaya bahwa memulai perjalanan dengan waktu yang tepat membawa berkah dan kelancaran selama ibadah,” ucapnya.
Tahun ini, ia akan berhaji bersama sang ibu setelah menunggu selama 13 tahun.
Sama halnya dengan Taufik Hidayat (45), yang juga telah menanti selama 13 tahun. Ia mengaku sangat bersyukur bisa menunaikan ibadah haji bersama istri dan anak.
“Ini bukan hanya perjalanan fisik, tapi juga spiritual. Tradisi ‘nyareh bektoh’ menjadi awal penting dari perjalanan suci ini,” katanya.
Sebelum menuju Surabaya, para CJH terlebih dahulu berkumpul di miniatur Ka’bah di Desa Curah Sawo, Kecamatan Gending. Titik kumpul ini menjadi lokasi awal pelepasan jamaah dari wilayah Kabupaten Probolinggo.
Tercatat, sebanyak 894 calon jamaah haji asal Kabupaten Probolinggo tergabung dalam tiga kelompok terbang (kloter) dengan jadwal pemberangkatan yang berbeda, menyesuaikan waktu masuk ke asrama haji. Tradisi dan spiritualitas tetap menjadi warna dalam setiap langkah mereka menuju Baitullah.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait