PROBOLINGGO, iNews.id - Reaksi keras atas kasus Mardani yang akhirnya tetap di pertahankan sebagai Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar NU oleh Gus Yahya seolah olah PBNU melindungi orang yang bersalah dan NU dibawa dalam pusaran politik. Langkah Gus Yahya dalam menyikapi kasus Mardani sebenarnya sebuah pelajaran penting bagi siapa saja yang memahami dan merasa paling NU sekalipun.
Mengapa demikian, karena Gus Yahya telah memberikan pelajaran berharga kepada para kader NU untuk belajar etika organisasi, belajar bagaimana memperlakukan seorang kader dan bagaimana seharusnya bersikap kepada seseorang yang dianggap kader.
Semua yang menyudutkan Gus Yahya sebenarnya orang-orang yang memiliki agenda politik dan merasa gerah karena NU sekarang menjadi miliki semua warga masyarakat di partai manapun. Maka jika sekarang PBNU memberikan pedampingan hukum dengan menunjuk Bambang Wijoyanto dan Deny Indrayana adalah bentuk kongkrit bahwa PBNU benar benar menghargai Mardani sebagai kader.
Kita semua tidak seharus pusing dan susah akan keberadaan NU mulai dari nilai-nilai luhur NU maupun marwah Kiai yang dipertaruhkan dalam kasus Mardani, karena NU dijaga sendiri oleh para masyayikh pendiri bahkan malaikat. Justru yang perlu dipertanyakan sekarang adalah bagaimana nurani semua kader NU yang katanya baik hati dan hebat ketika sahabatnya kena kasus hukum seperti sahabat Nahrowi.
Sahabat Nahrowi saat menjadi menteri dan DPR-RI jiwa raganya untuk kemakmuran kader NU, Lembaga orang NU bahkan tokoh tokoh NU mendapatkan manisnya, namun apa yang dilakukan oleh kader NU baik yang di lembaga eksekutif, legislatif bahkan partai yang dulu menaunginya.
Mulai dari sini seharusnya siapapun anda yang memproklamasikan diri sebagai kader NU jangan munafik atas apa yg dilakukan oleh kader NU baik untuk kemajuan organisasi mapun untuk kemakmuran warga organisasi. Siapapun yang memiliki jabatan berpotensi untuk kena masalah hukum, maka jika ada yang kena masalah hukum mungkin dia khilaf atau lainnya, namun dia tetap kader kita, yang tetap harus kita SUPPORT secara elegan.
Kita terlalu lebay dan ambil untung kepada setiap kader yang memiliki jabatan politik, karena kita sanjung sanjung, kita exploitasi bahkan kita minta bantuan. Namun setelah kena kasus tidak ada perhatian, pembelaan atau apresiasi yang memberikan SUPPORT pada mereka.
Organisasi mengajarkan kita untuk tidak munafik, penuh kejujuran dan saling menolong sesama teman. Namun pelajaran berharga itu rasanya tidak ada yang mau melakukan saat saudara dan sahabat kita mengalami kesusahan.
Kita harus banyak belajar dari tetangga sebelah, walaupun sudah menjadi ketua DPP sebuah partai dan dihukum hingga kini belum keluar, mereka kompak memberikan SUPPORT dan membantu mencarikan solusi untuk mereka. Semuanya menata barisan untuk mensolidkan dalam menghadapi agenda politik yang lebih besar.
Gus Yahya adalah simbol Reformasi di tubuh NU dalam segala dimensi gerakan, karena selama ini PBNU sampai ranting seolah olah seperti Banom PKB. PKB mengexoploitasi warga NU dan organisasi NU besar besaran, namun kontribusi yang diberikan tidak signifikan. NU bukan dominasi salah satu partai namun NU adalah sebuah moral force bagi semua kader yang memilih mengabdi melalui jalur politik maupun partai politik manapun.
Jika ada kepengurusan NU yang tidak loyal dengan kebijakan Gus Yahya berarti dia sudah kemasukan angin segar yang memberikan kenikmatan sesaat untuk diri sendiri dan seolah olah dia paling NU dan paling benar. Maka langkah PBNU untuk menyikapi kepengurusan yang main-main politik adalah sebuah langkah yang tepat dan strategis, agar NU tidak dijual murah dan dimanfaatkan oleh yang melakukannya.
Sebuah renungan bahwa visi dan pemikiran kita sebagai seorang kader NU yang baik hati dan benar-benar lillahi taala demi tegaknya agama Allah harus mulai dirubah untuk menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat !!!
Penulis :
HM Basori., M. Si
- Dewan Instruktur Pimpinan Wilayah GP Ansor Jawa Timur
- Ketua Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Kabupaten Nganjuk
Editor : Ahmad Hilmiddin
Artikel Terkait