PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id - Di tengah maraknya majelis keagamaan, Majelis Ta’lim Wal Maulid Raudhotul Ulum (TaMRU) hadir dengan warna yang berbeda. Tidak hanya menjadi wadah kajian fiqih Islam dan lantunan sholawat Nabi Muhammad SAW, Majelis TaMRU kini juga aktif menggagas gerakan kepedulian lingkungan sebagai bagian dari dakwah sosial kepada masyarakat.
Majelis TaMRU merupakan perkumpulan keilmuan Islam yang mempelajari fiqih serta diiringi pembacaan sholawat dengan nasheed-nasheed indah. Sejak awal berdirinya, majelis ini menempatkan nilai keilmuan dan spiritualitas sebagai fondasi utama dalam setiap kegiatannya.
Secara historis, Majelis TaMRU mulai mendapatkan nama resmi pada tahun 2016 dari Guru Agung mereka, Dr. Muhammad bin Ismail bin Utsman Zen al-Yamani al-Makki, dengan nama Raudhotul Ulum yang berarti Taman Ilmu. Setahun kemudian, tepatnya pada Maret 2017, Al-Mukarrom K.H. Moh. Hasan Naufal atau yang akrab disapa Gus Boy tersebut, mendapat inspirasi di pelataran Masjid Nabawi dari biji kurma atau tamr. Dari situlah lahir singkatan TaMRU yang kini dikenal luas.
Filosofi kurma menjadi spirit utama majelis ini. Meski kecil, kurma memiliki rasa manis dan digemari banyak orang. Nilai tersebut diharapkan melekat pada Majelis TaMRU, yakni sederhana namun penuh manfaat dan kebaikan bagi umat. Hingga tahun 2025 ini, Majelis TaMRU telah genap satu dekade menyandang nama tersebut dan terus berkembang sebagai pusat kajian keilmuan dan spiritual di tengah masyarakat.
Di bawah bimbingan Al-Mukarrom K.H. Moh. Hasan Naufal, Majelis TaMRU tidak hanya berfokus pada kajian dan sholawat, tetapi juga mulai menggagas program sosial bertajuk TaMRU Peduli Lingkungan. Program ini berfokus pada penghijauan dan kepedulian terhadap pengelolaan sampah.
K.H. Moh. Hasan Naufal menyampaikan, program lingkungan dipilih karena jamaah majelis berasal dari berbagai usia dan latar belakang masyarakat. Edukasi tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan dinilai penting agar kesadaran menjaga alam dapat tumbuh dari lingkup terkecil, yakni rumah tangga.
“Selama ini kita berdzikir dan bersholawat, membersihkan hati secara vertikal kepada Allah. Namun kami merasa perlu juga menguatkan pembersihan secara horizontal, yaitu kepedulian terhadap lingkungan sekitar yang juga ciptaan Allah,” ungkapnya.
Dalam pelaksanaannya, Majelis TaMRU tidak hanya mengajak jamaah untuk tidak membuang sampah sembarangan, tetapi juga mulai mengenalkan pemilahan sampah. Langkah ini diharapkan dapat membantu pemerintah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di tingkat rumah tangga.
Ke depan, Majelis TaMRU berencana bekerja sama dengan pemerhati lingkungan, akademisi, serta perguruan tinggi yang memiliki kepedulian terhadap isu sampah. Rencana tersebut mencakup demonstrasi langsung pengolahan sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti gas, pupuk organik, hingga kebutuhan rumah tangga, melalui alat peraga yang akan dibawa ke setiap kegiatan majelis.
“Tujuan kami mengubah pola pikir jamaah bahwa sampah bukan sekadar limbah, tetapi bisa dikonversi menjadi energi dan manfaat lain. Ini bagian dari dakwah juga,” tambahnya.
K.H. Moh. Hasan Naufal berharap, ke depan majelis-majelis sholawat, dzikir, dan ta’lim dapat menjadi simpul perubahan sosial yang tidak hanya menguatkan hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), tetapi juga hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (habluminannas).
Dengan semangat tersebut, Majelis TaMRU terus berupaya menebar kebermanfaatan, layaknya kurma yang kecil namun manis dan penuh gizi, bagi siapa saja yang merasakan kehadirannya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
