PROBOLINGGO,iNewsProbolinggo.id - Sejarah Probolinggo dimulai dari zaman pemerintahan Hayam Wuruk, Raja Majapahit ke-IV pada periode 1350 hingga 1389 dalam buku NegaraKertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.
Awalnya, wilayah ini dikenal sebagai "Banger", nama sungai yang mengalir di tengah daerah tersebut. Banger merupakan pedukuhan kecil di bawah pemerintahan Akuwu di Sukodono dan menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit.
Seiring waktu, Banger berubah nama menjadi Probolinggo pada tahun 1770 oleh Bupati Joyonagoro, yang berarti "Prabu Singgah" atau "Tugu Bersinar". Nama ini mengacu pada persinggahan Prabu Hayam Wuruk di wilayah tersebut.
Di bawah kekuasaan pemerintahan Majapahit, Banger kemudian berkembang menjadi Pakuwon atau tempat peristirahatan sementara.
Namun pada saat Bre Wirabumi (Minakjinggo), Raja Blambangan Berkuasa, Banger yang merupakan perbatasan antara Majapahit dan Blambangan pun ikut turut serta dikuasainya.
Banger kemudian menjadi wilayah perang saudara antara Bre Wirabumi (Blambangan) dengan Prabu Wikramawardhana (Majapahit) yang dikenal dengan “Perang Paregreg”.
Beralih pada masa penjajahan yakni pada tahun 1743, seluruh daerah di timur pasuruan kemudian dikuasai oleh VOC. Untuk menguasai wilayah ini, langkah pertama yang dilakukan oleh VOC adalah mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati Pertama di Banger dengan gelar Tumenggung.
Kyai Djojolelono merupakan putra dari Boen Djolodrijo (Kiem Boen), Patih Pasuruan. Patihnya Bupati Pasuruan Tumenggung Wironagoro (Untung Suropati), Kompeni (VOC) terkenal dengan politik adu dombanya.
Saat menjabat sebagai Bupati, dirinya dipengaruhi oleh VOC untuk menangkap atau membunuh Panembahan Semeru, Patih Tengger, keturunan Untung Suropati yang turut memusuhi kompeni. Panembahan Semeru pun akhirnya terbunuh oleh Kyai Djojolelono.
Menyadari akan kekhilafannya dan pengaruh tipu daya kompeni. Pada tahun 1768 Kyai Djojolelono pun menyingkir dari istana dan meninggalkan jabatannya sebagai seorang Bupati serta berbalik arah dengan menentang dan melawan kompeni.
Sebagai pengganti Kyai Djojolelono, kompeni pun kemudian mengangkat Raden Tumenggung Djojonegoro, putra Raden Tumenggung Tjondronegoro, Bupati Surabaya ke 10 menjadi Bupati Banger kedua.
Berangkat dari politik adu domba kompeni, Kyai Djojolelono pun tetap memusuhi kompeni dan akhirnya ditangkap oleh Tumenggung Djojonegoro.
Setelah wafat, Kyai Djojolelono pun dimakamkan di pesarean “Sentono”, yang sampai saat ini dianggap oleh masyarakat sebagai makam keramat.
Di bawah kepemimpinan Tumenggung Djojonegoro, wilayah Banger kemudian tampak semakin makmur, penduduknya pun bertambah banyak. Masyarakat pun senang dan memberikan sebutan yang melekat padanya yakni, “Kanjeng Djimat.”
Asal Usul Nama Probolinggo
Pada tahun 1770, nama Banger oleh Tumenggung Djojonegoro diubah menjadi “Probolinggo”, “Probo” berarti sinar, “Linggo” berarti tugu, badan, tanda peringatan atau juga tongkat.
Sehingga jika digabung “Probolinggo” berarti sinar yang berbentuk tugu/gada/tongkat (nama tersebut kemungkinan merujuk pada penggambaran meteor atau bintang jatuh).
Periode Penting dalam Sejarah Probolinggo:
Zaman Majapahit (1350-1389): Banger menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit dan berkembang menjadi Pakuwon
Perang Paregreg (abad ke-14): Banger menjadi kancah perang antara Majapahit dan Blambangan.
Masa VOC (1743): VOC menguasai daerah timur Pasuruan, termasuk Banger, dan mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati Pertama.
Perubahan Nama (1770): Nama Banger diubah menjadi Probolinggo oleh Bupati Joyonagoro.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait