SAMPANG, iNewsProbolinggo.id - Konser musik reggae yang diadakan oleh para pemuda di Kabupaten Sampang, Madura yang tergabung dalam Sampang Brand Festival (Festipang) digeruduk sejumlah ulama dan Laskar Sakera pada Mingga, 29 Oktober 2023, malam
Kedatangan mereka ke lokasi, yang berada di halaman Gedung Dekranasda di Jalan KH Wahid Hasyim, Sampang, adalah untuk memastikan bahwa konser berjalan sesuai dengan kesepakatan antara panitia dan ulama.
Namun, konser yang mengundang beberapa musisi reggae, termasukan Dhyo Haw, diduga melanggar kesepakatan karena tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan.
Salah satu ulama yang berada di lokasi, Habib Abdurrahman, mengonfirmasi bahwa mereka datang ke konser bersama anggota Laskar Sakera untuk memantau situasi sesuai instruksi Kiai.
Dia menyayangkan bahwa tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan, sehingga himbauan ulama tidak diindahkan.
Menurutnya, panitia juga telah sepakat bahwa konser akan berakhir pukul 22.30 WIB, tetapi pada waktu yang ditentukan, konser belum selesai.
"Karena konser belum selesai pada saat itu dan keluar dari kesepakatan, akhirnya kami memasuki area konser pada pukul 22.40 WIB dengan terpaksa," ujarnya pada hari Senin (30 Oktober 2023).
Di sisi lain, salah satu penonton, Rudi (23 ) merasa kecewa karena Guest Star Dhyo Haw hanya tampil selama 30 menit, tidak seperti konser reggae pada umumnya.
"Izin saya yang pernah nonton konser, Guest Star biasanya tampil lebih dari 30 menit, tetapi kami membayar tiket yang tidak murah," katanya dengan kecewa.
Panitia Konser Reggae Festipang, yang diwakili oleh Badrus, membantah bahwa mereka melanggar kesepakatan dengan ulama. Menurutnya, konser berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
"Kami telah mendapatkan izin keramaian sampai pukul 23.00 WIB, dan acara seharusnya berakhir pada pukul 22.30 WIB karena daftar lagu sudah selesai, termasuk penampilan dari Guest Star hanya membawakan 7 lagu, atau sekitar 40 menit," jelasnya.
Selain itu, terkait pemisahan antara pengunjung laki-laki dan perempuan, Badrus mengatakan bahwa itu tidak diberlakukan karena tidak ada pagar yang memisahkan keduanya, karena pagar sudah dipasang sejak hari pertama.
Lebih lanjut, dengan area yang mampu menampung hingga 10 ribu orang, hanya sekitar 400 orang yang menghadiri konser sesuai dengan tiket yang terjual.
"Kami berpikir bahwa tanpa pagar, konser akan berlangsung secara alami. Selama pelaksanaan konser, kami melihat bahwa sebagian besar perempuan duduk di area teras Gedung Dekranasda, dan yang berjoget sebagian besar adalah pria," tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa meskipun tidak ada pemisahan, yang berjoget tetap didominasi oleh pria, karena jenis musik yang dimainkan bukan jenis musik remix yang umumnya disukai oleh perempuan.
"Selama konser, kami bertemu dengan Habib pada sore hari karena kami mengundang mereka dan membutuhkan bimbingan. Kehadiran Habib memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan para Kiai," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait