JAKARTA, iNewsProbolinggo.id - Apakah Nabi Khidir masih hidup? Fenomena ini adalah salah satu topik perdebatan yang sering dibicarakan oleh masyarakat umum.
Dalam buku "Ar-Rusulu war Risalat" karya Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar, dinyatakan bahwa ada perdebatan di kalangan ulama mengenai apakah Nabi Khidir masih hidup atau sudah meninggal. Beberapa ulama berpendapat bahwa Nabi Khidir masih hidup, dan ada beberapa riwayat yang mendukung pandangan ini.
Namun, keyakinan akan keselamatan hidup Nabi Khidir ini telah memberikan celah bagi penyebaran berbagai cerita mistik dan mitos yang tidak memiliki dasar yang kuat. Banyak orang telah mengklaim bahwa mereka telah bertemu dengan Nabi Khidir dan menerima nasihat serta perintah dari beliau. Mereka juga menceritakan kisah-kisah aneh tentang Nabi Khidir, yang sering kali tidak dapat diterima secara logis.
Ustaz Ammi Nur Baits, Alumni Fiqih dan Ushul Fiqh Universitas Internasional Madinah menjelaskan, banyak ulama hadis yang terkemuka berpendapat bahwa riwayat yang mendukung kelangsungan hidup Nabi Khidir lemah. Di antara ulama hadis yang meragukan riwayat tersebut adalah Imam Bukhari, Ibnu Dihyah, Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Mereka berpendapat demikian dengan alasan berikut:
Pertama, tidak ada hadis yang dapat dianggap shahih (terpercaya) yang menyatakan bahwa Nabi Khidir masih hidup.
Kedua, jika Nabi Khidir masih hidup, maka menurut pendapat ini, dia pasti telah berkewajiban untuk mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengikuti ajaran dan dakwah beliau, serta membantu dalam misi dakwah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab Allah telah mengikat para nabi sebelumnya untuk beriman kepada Muhammad dan mendukungnya jika mereka hidup pada zaman beliau, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran.
وإذ أخذ الله ميثاق النَّبيين لما آتيتكم من كتابٍ وحكمةٍ ثُمَّ جاءكم رسولٌ مصدقٌ لما معكم لتؤمننَّ به ولتنصرنَّه قال أأقررتم وأخذتم على ذلكم إصري قالوا أقررنا قال فاشهدوا وأنا معكم من الشَّاهدين
(ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, akankah kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu“. (QS. Ali Imran: 81)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan, bahwa andaikan Musa masih hidup, tentu beliau akan mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
فَإِنَّهُ لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ، مَا حَلَّ لَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي
“Sesungguhnya, andaikan Musa masih hidup di tengah-tengah kalian, tidak halal bagi beliau selain harus mengikutiku.” (HR. Ahmad, 14631)
Ibrahim Al-Harbi pernah bertanya kepada Imam Ahmad, apakah Nabi Khidir dan Nabi Ilyas masih hidup, keduanya masih ada dan melihat kita serta kita bisa mendapatkan riwayat dari mereka berdua. Kemudian Imam Ahmad menjawab:
من أحال على غائب لم ينصف منه، وما ألقى هذا إلا الشيطان
“Siapa yang menekuni masalah ghaib (klenik), dia tidak akan bisa bersikap proporsional dalam masalah ini. Tidak ada yang membisikkan berita ini kecuali setan.”
Imam Bukhari juga pernah ditanya, apakah Nabi Khidir dan Ilyas masih hidup? Beliau menjawab:
Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لا يبقى على رأس مائة سنة ممن هو على وجه الأرض أحد
“Tidak akan tersisa seorang-pun di muka bumi ini pada seratus tahun yang akan datang.” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 4:337)
Sebagian ulama ahli tahqiq memberikan keterangan yang agak panjang lebar untuk membantah alasan pendukung khurafat terkait Nabi Khidir. Di antaranya adalah Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah (1:326), Muhammad Amin As-Syinqithi, dalam tafsir beliau Adwaul Bayan (4:184). Bahkan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani membuat satu risalah khusus yang berjudul: Az-Zahr An-Nadhr fi Naba-i Al-Khidr, yang dicetak dalam kumpulan risalah mimbariyah (2:195).
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait