JAKARTA, iNewsProbolinggo.id - Ombudsman RI telah mengeluarkan Rekomendasi kepada Wali Kota Probolinggo sebagai Terlapor dan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri sebagai pengawas pemerintah daerah, terkait dengan belum terselesaikannya masalah penghunian bangunan eks Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah (Pepelrada) pada Jumat (15/9/2023) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Ratna Sari Dewi, Kepala Keasistenan Rekomendasi dan Monitoring Ombudsman RI, dalam rangka membacakan ringkasan Rekomendasi tersebut menjelaskan bahwa setelah melakukan analisis dan kesimpulan, Ombudsman RI menyatakan bahwa Wali Kota Probolinggo dan pihak terkait telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penundaan yang berkepanjangan.
"Penundaan yang berkepanjangan dalam penyelesaian masalah ini berawal dari pengabaian kewajiban hukum dalam pelaksanaan evaluasi dan tindakan administratif untuk mengatasi permasalahan penghunian bangunan eks Pepelrada di Kota Probolinggo," jelas Ratna.
Kantor Perwakilan Ombudsman Provinsi Jawa Timur menerima laporan dari masyarakat yang memiliki hak kepemilikan tanah berupa Sertipikat Hak Milik atau Sertipikat Hak Guna Bangunan. Isu yang diajukan oleh Pelapor berkaitan dengan Keputusan Walikota Probolinggo dan Surat Izin dari Pemerintah Kota Probolinggo yang menjadi dasar penghunian sebuah bidang tanah atau bangunan oleh pihak lain.
"Pelapor pada dasarnya berharap agar Wali Kota Probolinggo selaku Terlapor memfasilitasi pengaduan Pelapor sehingga pihak yang memberikan kuasa dapat menguasai kembali seluruh bangunan tersebut," ujar Ratna.
Ratna menjelaskan bahwa Ombudsman telah melakukan pemeriksaan, resolusi, dan monitoring, serta analisis pendapat. Ombudsman RI menyimpulkan bahwa Pelapor memiliki legal standing. Selanjutnya, pendapat Ombudsman RI terkait Keberlakuan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1959 tentang Larangan Bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing Diluar Ibu Kota Daerah Swatantra Tingkat I dan II Serta Karesidenan sudah tidak relevan pada saat ini.
Ratna menjelaskan bahwa terkait dengan Surat Izin dan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Probolinggo dan/atau Keputusan serupa lainnya, tidak lagi dapat dijadikan dasar hukum untuk penempatan penghunian bangunan eks Pepelrada di Kota Probolinggo karena SK tersebut tidak relevan dengan ketentuan yang berlaku saat ini. Selain itu, atas objek bangunan tersebut telah terdapat Surat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Maka dari itu, Ombudsman RI memberikan Rekomendasi kepada Wali Kota Probolinggo sebagai Terlapor untuk melakukan evaluasi terhadap Surat Izin Kepala Kantor Urusan Perumahan Kotamadya Probolinggo Nomor: 1224/KP/69 tertanggal 12 Juli 1969 dan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Probolinggo Nomor 111 Tahun 1999 tertanggal 30 Agustus 1999 yang berkaitan dengan penghunian bangunan eks Pepelrada di Kota Probolinggo.
Selain itu, Wali Kota Probolinggo diminta untuk mencabut Surat Izin Kepala Kantor Urusan Perumahan Kotamadya Probolinggo Nomor: 1224/KP/69 tertanggal 12 Juli 1969 dan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Probolinggo Nomor 111 Tahun 1999 tertanggal 30 Agustus 1999 sebagai tindakan administratif untuk memberikan kepastian pelayanan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Dalam konteks ini, Mokhammad Najih, Ketua Ombudsman RI, mengingatkan bahwa sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Selanjutnya, pada ayat (2) disebutkan bahwa atasan Terlapor wajib melaporkan pelaksanaan Rekomendasi kepada Ombudsman beserta hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 hari sejak tanggal diterimanya Rekomendasi.
"Pemerintah Kota Probolinggo diminta untuk memberikan laporan mengenai perkembangan pelaksanaan Rekomendasi Ombudsman. Hal ini akan memastikan bahwa Rekomendasi tersebut benar-benar dijalankan seperti yang seharusnya," ujar Mokhammad Najih.
Dominikus Dalu, Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI, menambahkan bahwa laporan pengaduan masyarakat ini sudah berlangsung sejak tahun 2016 dan telah mengalami berbagai proses, termasuk di Kantor Perwakilan Jatim dan Ombudsman Pusat. Namun, hingga saat ini, masih ada dua bangunan yang belum mendapatkan penyelesaian.
Dominikus mengungkapkan bahwa Wali Kota Probolinggo telah diundang untuk membahas penyelesaian laporan masyarakat ini, tetapi hingga saat ini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu, diharapkan Rekomendasi ini dapat dilaksanakan dengan baik sehingga pelapor yang telah lama melaporkan masalah ini dapat memperoleh haknya.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait