PROBOLINGGO, iNewsProbolinggo.id – Rangkaian Upacara Yadnya Kasada 2023 menurut masyarakat Suku Tengger, bukan hanya soal larung sesaji ke kawah Gunung Bromo. Adapun piranti penting dalam rangkaian ritual tersebut, yakni ongkek yang dibuat di seluruh desa lereng Gunung Bromo.
Ongkek merupakan sebuah sesaji, berisi aneka hasil bumi warga masyarakat Tengger. Mulai dari sayuran, bunga, janur, sampai ‘sari’ atau uang. Pembuatan ongkek, dikerjakan oleh lelaki Tengger secara gotong royong di rumah kepala desa.
Ada filosofi yang terkandung dalam ongkek, yakni tandur tuwuh. Melambangkan wujud syukur dan berkah. Selama satu tahun, warga diberikan rejeki berupa hasil bumi yang melimpah.
“Karena itulah, ongkek diisi dengan aneka hasil bumi. Mulai dari kentang, bawang, kelapa, pisang, bunga senikir, sampai uang,” kata Kepala Desa Wonotoro, Sarwo Slamet, Minggu (04/06/2023).
Kendati dibuat oleh masing-masing desa di Lereng Tengger, tidak semua desa bisa membuat ongkek saat Yadnya Kasada.
“Jadi ada hitungan memasuki bulan suci. Jika dalam masa hitungan bulan suci menjelang Kasada itu, ada orang meninggal di desa yang bersangkutan, maka desa tersebut tidak bisa membuat ongkek atau mempersembahkan rasa syukurnya,” jelas Sarwo.
Jadi menjelang Yadnya Kasada, desa harus dipastikan bersih dan suci. Artinya tidak ada warga yang meninggal. Tahun ini, di Wonotoro tidak ada warga yang meninggal.
Sejumlah desa lain di Kecamatan Sukpaura, ada yang membuat ataupun tidak membuat ongkek. Desa Ngadas dan Ngadirejo, tahun ini tidak membuat ongkek. Lantaran ada warga desa yang meninggal selama kurun waktu suci yang ditentukan.
Proses pembuatan ongkek, terus dilestarikan oleh generasi muda. Agus Prasetyo, pemuda Desa Wonotoro mengaku bangga menjadi warga Tengger.
“Karena itu sebagai generasi muda, kami harus tahu dan paham. Seluk-beluk tradisi kami. Jadi tidak hanya tahu jika ada Kasada saja. Melainkan mempersiapkan segala sesuatunya pun harus kami pahami,” katanya.
Remaja 19 tahun itupun, harus belajar banyak soal pembuatan ongkek,dari pertama kali sampai sudah jadi. Bahan apa saja yang harus digunakan, serta kombinasi penataan ongkek.
“Harus diletakkan sesuai urutannya. Karena memiliki simbol dan arti tersendiri. Termasuk penggunaan bunga senikir yang orang pikir tidak harum ini,” ujar Agus.
Dalam ongkek, bunga yang dipakai memang hanya senikir saja. Bukan jenis bunga yang harum atau lazim dipakai, untuk pelengkap persembahan.
“Senikir itu memiliki makna senenge pikir. Artinya, ongkek ini diharapkan bisa menjadi penyenang pikiran leluhur kami yang menerimanya di sana,” tandasnya.
Sekadar informasi, usai dibuat, ongkek akan dibawa ke Pura Luhur Poten di Lautan Pasir Gunung Bromo. Kemudian didoakan oleh tokoh agama dan sesepuh Tengger, dan setelahnya dilarung ke kawah Gunung Bromo.
Upacara Yadnya Kasada adalah ritual kurban ke kawah Gunung Bromo yang digelar setahun sekali setiap bulan Kasada hari ke-14 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger.
Saat Yadnya Kasada digelar, berbagai persembahan atau sesaji, mulai dari makanan, hasil pertanian, hingga ternak seperti ayam dan kambing, dilarung ke dalam kawah sebagai persembahan Dewa Brahma.
Pelarungan sesaji tersebut dipercaya sebagai bentuk syukur Suku Tengger atas nikmat dan rezeki yang sudah didapat.
Selain itu, tradisi ini juga dipercaya dapat menghindarkan dari musibah, serta diberi kemakmuran oleh leluhur.
Sementara itu sesaji yang yang dilarung ke kawah Bromo akan diperebutkan oleh puluhan orang usai dukun, tokoh masyarakat dan warga Suku Tengger memanjatkan doa meminta keselamatan, keberkahan, dan kesejahteraan.
Sebelum sesaji dilempar, jajanan dan makanan beserta lauk-pauknya diletakkan di bibir kawah. Di atas makanan tersebut, dupa ditancapkan dan dinyalakan.
Editor : Ahmad Hilmiddin
Artikel Terkait